Saya tertarik untuk menulis tentang topik ini setelah dalam beberapa minggu terakhir intens menyimak tulisan di beberapa website dan blog yang pro dan kontra terhadap keberadaan makhluk asing atau ALIEN. Bahkan ada satu pihak yang menuding pihak lain sebagai aliran sesat karena menghubungkan pendapat dengan kitab suci. Saya mengamati perdebatan itu dengan senyuman. Tradisi orang Indonesia memang mudah memberikan label negatif kepada pihak yang berbeda pendapat.
Di dunia ini, perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan. Beragamnya latar belakang keilmuan, pengalaman hidup, ideologi dan pola pikir sudah barang tentu akan mempengaruhi pendapat yang dikeluarkan. Sudah sepatutnya perbedaan pendapat tetap mendapatkan tempat di ruang-ruang diskusi, karena pada hakekatnya manusia tidaklah memiliki kebenaran mutlak. Bahkan dalam hitungan ilmu matematika pun, kebenaran perhitungannya bisa berubah jika digunakan pada ilmu sosial.
Tulisan saya kali ini mencoba menjabarkan isi pikiran saya tentang ALIEN. Saya harap bagi yang berbeda pendapat silakan kemukakan pendapatnya tanpa harus memberi label apapun kepada saya, karena sayapun tidak akan memberi label kepada anda.
Pengertian Alien
Alien merupakan Bahasa Indonesia serapan dari Bahasa Inggris. Secara harfiah, alien berarti sesuatu yang asing, tidak dikenal, bukan penduduk asli setempat. Secara istilah (yang sering dipakai) Alien adalah Makhluk Asing yang dianggap bukan berasal dari Planet Bumi.
TEMPAT KELAHIRAN A | TEMPAT KELAHIRAN B |
Si A Penduduk Asli | Si B Penduduk Asli |
Si B orang asing (alien) di sini. | Si A orang asing (alien) di sini. |
Bentuk Alien
Alien digambarkan oleh beberapa orang yang mengaku pernah melihatnya dalam berbagai bentuk. Namun kebanyakan menyatakan bahwa bentuknya tidak sama dengan kita, Manusia Bumi. Ada juga yang bercerita bahwa bentuknya sama seperti manusia Bumi.
Alien Ada dalam Dogma Agama Samawi
Agama-agama Samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam) dalam kitab-kitab suci menyatakan bahwa semua manusia Bumi merupakan keturunan Adam dan Hawa. Menurut ajaran Islam, Allah SWT menciptakan Adam dan Hawa di Syurga dan karena pelanggaran terhadap peraturan setempat maka mereka berdua dipindahkan ke Planet Bumi.
Firman Tuhan ini sudah banyak dikaji oleh ulama. Semua ulama sepakat bahwa memang begitulah seharusnya makna ayat-ayat tentang penciptaan Adam dan pengusiran Adam dari syurga.
Berikut kronologi Migrasi Antariksa yang dialami oleh Adam dan Hawa :
1. Adam dan Hawa diciptakan di Syurga (bukan di Bumi) (QS. 2:35)
Ayat ini jelas menyatakan bahwa Adam dan Hawa adalah Penduduk Syurga.
2. Adam dan Hawa melanggar aturan syurga, hingga akhirnya dipindahkan ke (Planet) Bumi (QS. 2:36).
Saat Adam dan Hawa baru PERTAMA kali menjejakkan kaki di Planet Bumi, mereka berdua adalah ORANG ASING di Bumi. Jika kita ingin menggunakan istilah yang sesuai dengan topik ini, Adam dan Hawa adalah ALIEN yang mendarat di Bumi.
Bagi saya, ayat-ayat di atas sudah sangat jelas menunjukkan BUKTI bahwa ALIEN memang ADA. Dan Alien yang disebut oleh Al-Quran adalah Adam dan Hawa, nenek moyang kita.
Jadi, kita semua ini merupakan keturunan alien. Kalaupun anda tidak mau disebut begitu, tidak apa-apa. Saya bangga jadi keturunan alien, karena dulunya kita ini adalah bangsa penghuni syurga.
Ataukah ada pemeluk agama samawi yang menolak argumen ini? Adakah yang bisa menunjukkan dalil alkitabiah yang menyatakan bahwa Adam dan Hawa diciptakan di Planet Bumi dan bukan penduduk Syurga?
SYURGA | BUMI |
Tempat Adam diciptakan | Tempat pengusiran Adam dari Syurga |
Adam = Penduduk Asli | Adam = Makhluk Asing / pendatang / Alien |
Tempat kelahiran Adam adalah Syurga Kiasan
Dalam urutan peristiwa, alam akhirat sudah pasti ada di urutan terakhir yang akan dialami manusia. Karena itu Syurga yang sesungguhnya pastilah berada di Alam Akhirat, bukan di Alam Dunia. Bahkan Alam Akhirat itu akan datang setelah kematian makhluk-makhluk hidup.
“Katakanlah: ‘Jika kamu kampung akhirat itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian, jika kamu memang benar’”. (QS. 2:94)
Jadi urutannya sudah jelas :
ALAM DUNIA -> ALAM BARZAKH -> ALAM AKHIRAT
Tidak mungkin dibalik menjadi :
ALAM AKHIRAT -> ALAM DUNIA -> ALAM BARZAKH
Maka siklus kelahiran Adam sampai kedatangannya ke Planet Bumi sudah pasti sama berada di Alam Dunia. Dengan demikian disimpulkan bahwa Syurga tempat kelahiran Adam hanyalah Syurga Kiasan, bukan Syurga Akhirat.
SYURGA AKHIRAT | SYURGA KIASAN (PLANET) |
Hanya akan muncul setelah kiamat | Sudah ada di zaman ini |
Belum ada manusia yang secara fisik masuk ke sana? | Manusia secara fisik dimungkinkan ada di sana |
Adam tidak mungkin datang dari Akhirat lalu kembali ke dunia ini. | Adam mungkin datang dari sini |
Kecuali bagi anda yang meyakini bahwa Adam memang berasal dari Syurga Akhirat, maka konsekuensinya adalah Anda harus meyakini pula bahwa Syurga Akhirat sudah berada di suatu tempat di dunia ini dan bisa dimasuki secara fisik oleh Manusia yang dikehendaki Allah.
Kemungkinan Alien selain Adam dan Hawa dalam Al-Quran
Allah SWT menyebutkan dalam Al-quran tentang Kerajaan Langit dan Bumi.(QS. 3:189) Kerajaan (Mulk) sudah pasti memiliki struktur-struktur. Dari Kerajaan Langit dan Kerajaan Bumi tersebut, semuanya merupakan milik Allah.
Dengan ilmu pengetahuan kita bisa tahu bahwa ternyata kerajaan langit itu memiliki banyak susunan dan jumlah. Ada planet-planet. Kumpulan planet disebut Tata Surya. Kumpulan Tata Surya disebut Galaksi, terdapat lebih dari 7 trilyun galaksi di Alam Semesta. Maka ada bertrilyun-trilyun Planet, apakah mungkin hanya 1 planet yaitu Planet Bumi saja yang dihuni oleh Makhluk Hidup? Jika demikian, maka sia-sialah Allah menciptakan Milyaran planet lainnya. Orang-orang yang berilmu (Ulul Albab) menurut Allah SWT berkeyakinan bahwa tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan langit dan bumi. (QS. 3:190-191)
Ada yang berpendapat :
1. Meskipun di Milyaran Planet lain itu tidak ada Makhluk Hidup, planet-planet itu tidak sia-sia, karena ada BEBERAPA planet itu yang menjadi bintang dan memberi petunjuk arah di malam hari.
Tanggapan saya : Jumlah BEBERAPA tetaplah tidak bisa mewakili SEMUANYA. Jika hanya beberapa planet saja yang dianggap tidak sia-sia karena menjadi bintang, bagaimana dengan milyaran planet lain yang tidak menjadi bintang? Akankah mereka yang disebut Planet sia-sia?
2. Manfaat keberadaan Planet-planet tidak harus dikaitkan dengan keberadaan makhluk hidup.
Tanggapan saya : Di beberapa planet yang sudah dijelajah oleh manusia Bumi, ditemukan daerah-daerah yang memiliki kehidupan dasar seperti lumut. Adanya tumbuhan menunjukkan adanya proses respirasi, mengubah Karbondioksida (CO2) menjadi Oksigen (O2). Jika ada O2, berarti ada pula produsen CO2. Rantai Kehidupan haruslah lengkap. Hilang salah satu, akan menghilangkan yang lain. Tanpa adanya makhluk hidup penghasil CO2 maka tidak mungkin ada tumbuhan bisa hidup.
Keberadaan Alien (tidak) bisa dibuktikan secara ilmiah
Segala pendapat yang memerlukan fakta selalu meminta bukti. Termasuk keberadaan alien. Pihak yang beranggapan bahwa alien tidak ada selalu menyalahkan pihak sebaliknya hanya karena tidak ada fakta yang mendukung keberadaan alien.
Menurut saya, kedua pihak sama-sama belum bisa membuktikan kebenaran pendapatnya.
Pendapat pertama yang menolak keberadaan alien berdasarkan belum ditemukannya bukti nyata kontak dengan alien. Saya tekankan “belum ditemukan”. Karena bukti belum ditemukan, maka kelompok ini merasa kebenaran sudah berpihak kepada mereka. Jika suatu saat bukti itu ditemukan, pendapat kelompok ini akan gugur dengan sendirinya.
Pendapat kedua yang meyakini keberadaan alien berdasarkan kajian-kajian dogma dan bukti-bukti sementara yang diduga mendukung keberadaan alien. Saya tekankan “bukti sementara”. Bisa jadi ke depan bukti ini menjadi bukti nyata atau bahkan bisa jadi bukti yang salah. Jika bukti sementara tersebut ternyata salah, maka pendapat kelompok kedua ini pun akan gugur.
Selain itu, istilah ilmiah merujuk kepada ilmu pengetahuan apa?
Jika saya menafsirkan keberadaan alien berdasarkan Kitab Suci, apakah ini tidak ilmiah? Mungkin maksud ilmiah adalah Ilmu-ilmu selain dogma kitab suci. Jika demikian, maka wajar kalau kebanyakan manusia tidak percaya kepada Kitab Suci karena dianggap Tidak Ilmiah. (Aku berlindung kepada Allah dari keyakinan seperti ini).
Kebenaran Adanya Penduduk Langit
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah SIAPA yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu.”(QS. 39:68)
“Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih SIAPA yang di langit dan di bumi dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. 24:41)
Di banyak ayat lain, Allah SWT menyatakan bahwa bertasbihlah apa yang ada di langit dan di bumi. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang bertasbih itu bukan hanya makhluk hidup, melainkan juga benda mati, hanya saja kita tidak bisa mendengar suara tasbih mereka. Rasanya ayatnya sudah jelas, yang sudah pasti bertasbih adalah makhluk hidup. Kata “siapa” atau “man” dalam Bahasa Arab mewakili sosok makhluk hidup. Benda mati dalam Bahasa Arab disebut dengan “Maa” atau “apa” dalam Bahasa Indonesia.
Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “siapa” penduduk langit tersebut merujuk kepada para malaikat. Bisa jadi, meskipun tidak semua malaikat ada di langit. Jika ditafsirkan bahwa langit tempat tinggal malaikat adalah syurga, maka Adam dan Hawa pun dulunya adalah penduduk langit sebelum “turun” ke Bumi.
Lalu bagaimana menjelaskan ayat “Malaikat pun bersujud kepada Adam”? Makhluk Ghaib bersujud kepada Manusia bahkan diajari oleh manusia tentang ilmu nama-nama benda atas perintah Allah SWT. Yang pastinya nama-nama benda itu TIDAK ADA di syurga. Kalau sudah ada, pasti malaikat tahu karena malaikat hanya memiliki pengetahuan terhadap apa yang sudah diberitahu oleh Allah SWT.
Bukankah tidak sama antara Syurga (tempat tinggal Adam dan Malaikat dulu) dengan langit seperti yang disebut Allah dalam Al-Quran? Baiklah, kalau memang mau dianggap begitu. Berarti langit yang dimaksud bukanlah tempat asal Adam, melainkan langit lain. Kalau memang itu langit lain, berarti benarlah bahwa ada penduduk di tempat lain di luar Planet Bumi (selain Adam) dan ini menguatkan teori keberadaan Alien.
Saya cenderung berpendapat bahwa Syurga tempat Adam diciptakan adalah salah satu planet yang kehidupannya memiliki tingkat kemakmuran dan teknologi sangat tinggi, sehingga apa yang diinginkan oleh penduduknya bisa didapatkan dengan mudah. Itulah kondisi ideal yang dianggap syurga.
Jika syurga tempat asal Adam dan Hawa adalah memang Syurga Akhirat yang masih ghaib, maka Adam dan Hawa dulunya adalah makhluk ghaib juga. Kalau begitu tidak boleh heran jika ada anak turunannya yang juga menguasai ilmu ghaib, bisa melakukan perjalanan lintas ruang dan dimensi. Apakah anda percaya bahwa Syurga tempat Adam diciptakan sama dengan syurga akhirat yang dijanjikan Allah SWT? Berarti anda juga harus percaya bahwa Syurga Akhirat sudah ada sebelum Adam diciptakan dan saat ini bisa jadi berada di suatu tempat yang bisa dijangkau secara lahiriah karena Adam juga bisa ada di sana secara lahiriah.
Ayat lain lebih gamblang lagi menyebut tentang adanya makhluk melata di langit.
“Di antara tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang MELATA Yang Dia sebarkan pada KEDUANYA. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.” (QS. 42:29)
Melata berarti berjalan di atas permukaan. Makhluk ini disebar Allah SWT di LANGIT dan di Bumi. Bagi yang beriman kepada Allah dan Al-Quran, maka ayat ini sudah sangat jelas memberitahu bahwa di langit pun ada makhluk hidup yang berjalan di atas permukaan langit. Karenanya tidak tepat jika makhluk di langit ditafsirkan sebagai burung-burung di udara. Kata “pada keduanya” atau “fiihima” berarti pada permukaan masing-masing. Burung bukanlah makhluk langit, mereka tetaplah makhluk Bumi, melata/hinggap di daratan Bumi.
Lalu langit mana yang memiliki permukaan? Tentu saja bukan langit yang hampa. Langit itu adalah Planet-planet seperti Bumi.
Adam adalah Alien berilmu tinggi
Moyang manusia Bumi yang berasal dari Planet “Syurga” itu adalah makhluk yang berilmu tinggi. Dengan karunia Allah SWT, ilmunya bahkan mengalahkan ilmu para malaikat dan Jin yang telah lebih dulu diciptakan. Derajat orang yang beriman dan berilmu di sisi Allah sangat tinggi, maka Malaikat dan Jin pun disuruh memberikan sujud penghormatan kepada Adam. Namun pembesar Jin yang sangat saleh yaitu Azazil yang kelak lebih dikenal sebagai Iblis menolak memberikan hormat. Alasannya ada 2, yaitu tidak boleh bersujud kepada selain Allah dan karena Adam diciptakan dari tanah (turab).
Di sinilah letak kekurangan Ilmu Iblis. Allah SWT adalah Tuhan yang harus ditaati tanpa penolakan dan alasan apapun. Termasuk jika Dia sendiri yang memerintahkan untuk bersujud kepada selain Dia. Lagi pula sujud yang diperintahkan bukanlah sujud penyembahan, melainkan sujud penghormatan. Di samping alasannya yang kedua, merupakan wujud kesombongan. Ternyata, makhluk yang paling saleh pun bisa jatuh paling jauh ke dasar neraka karena ada setitik kesombongan.
Dengan ilmu yang dimilikinya, Adam mengajarkan kepada para Malaikat (penduduk setempat) tentang nama-nama benda. Subhanallah. Manusia mengajari Malaikat. Kedudukan yang luar biasa terhormat.
Namun manusia terhormat itu ternyata masih bisa dikalahkan karena satu kelemahan mendasarnya yaitu rayuan wanita. Akhirnya, manusia terhormat itu menjadi hina dan terusir sehingga harus hijrah ke Planet Bumi.
Keadaan di Bumi jauh berbeda dengan keadaan di tempat asalnya. Di sini Adam dan Hawa harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan syurga yang serba ada dan nyaman harus ditinggalkan, berganti dengan perjuangan hidup. Sebagai alien di Bumi, Adam dan Hawa harus berusaha keras beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan ilmunya, Adam mencoba menaklukkan alam melalui berbagai teknologi yang diciptakannya.
Kebenaran Subjektif
Pendapat kita kadang hanyalah pendapat berdasarkan kebenaran subjektif. Kebenaran Objektif sejatinya hanya milik Tuhan. Diskusi antar pendapat hendaknya bisa lebih santun, menghargai, tidak menghujat pendapat atau pihak lain. Kita sadar bahwa pendapat yang kita yakini hanyalah berdasarkan ilmu kita saat ini. Suatu saat, jika Allah memberikan ilmu lain yang lebih luas dan banyak, bisa jadi pendapat kita akan berubah sebaliknya.
Begitu juga dengan pendapat tentang keberadaan alien. Semua pihak mengemukakan pendapat berdasarkan kebenaran subjektif menurut ilmunya masing-masing. Kita saling menghormati itu. Apalagi jika pihak yang berbeda pendapat berasal dari latar belakang keilmuan yang berbeda, maka lebih wajar lagi bagi setiap pihak untuk saling menghormati. Pandangan Ahli Kimia tentu akan berbeda dengan Pakar Psikologi. Pendapat berdasarkan pengalaman batin tentu berbeda pula dengan ahli teori.
Keyakinan tidak bisa dipaksakan
Saya berkeyakinan berdasarkan kitab suci bahwa Adam adalah Alien. Dogma Agama ini bagi saya merupakan bukti bahwa Alien memang ada. Keyakinan terhadap fakta kejadian masa lalu menurut saya jauh lebih kuat dari pada keyakinan tentang (kemungkinan) fakta masa depan.
Banyak orang yang dimaklumi dan dihormati karena berkeyakinan bahwa setelah mati ada kehidupan lain, syurga dan neraka. Padahal kehidupan setelah mati, syurga dan neraka merupakan suatu ‘kemungkinan’ dalam arti belum menjadi fakta bagi orang yang meyakininya karena belum dialami langsung oleh mereka. Kemungkinan itu menjadi keyakinan mutlak juga hanya berdasarkan dogma agama.
Di sinilah perlunya dialog antar-keyakinan dilandasi dengan toleransi dan permakluman. Keyakinan yang berbeda tidak bisa di-vonis sesat. Karena yang memvonis sesat pun bisa divonis sesat oleh pihak lainnya. Cukuplah diketahui, dihormati dan dimaklumi bahwa kita memiliki keyakinan yang berbeda, walaupun kadang kitab suci kita sama.
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri (ber-Islam) segala APA YANG DI LANGIT DAN DI BUMI, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. 3:83)
Wallahu a’lam…
Fakta Alien Dalam Al-Qur’an (ingkarnya manusia terhadap teknologi Al-Qur'an) Part 2